Selasa, 01 Agustus 2023

Asuransi itu bukan produk bank

Masih ingat kasus asuransi yang ( dipandang ) gagal bayar ? Waktu itu para nasabahnya mengaku bahwa mereka membeli produk itu karena yang menawari mereka untuk membeli adalah pegawai bank. Dan kelihatannya mereka mengira bahwa itu adalah produk perbankan. Padahal aslinya adalah produk dari perusahaan asuransi yang dijual melalui channel perbankan. Biasanya disebut dengan istilah bank assurance. Ya, aslinya adalah produk perusahaan asuransi. Lalu mengapa yang menawari nasabah itu pegawai bank ? Nah, dalam hal ini yang terjadi sebenarnya adalah bahwa pihak bank berperan sebagai agen penjual. 


Dua model bank assuarnce:

1)      Pihak bank berperan sebagai agen penjual

Dalam hal ini pihak bank memperoleh pendapatan berupa komisi penjualan.

2)      Pihak bank sebagai penyedia tempat

Maksudnya adalah bahwa pihak bank menyediakan tempat yang disewakan kepada pihak asuransi. Dan pihak asuransi menempatkan pegawainya sendiri untuk berjaga di bank tersebut. Nah, dalam hal ini pendapatan yang diperoleh oleh pihak bank bukanlah dari komisi penjualan, melainkan dari uang sewa tempat.


Nah, ketika posisi pihak bank yang hanya sebagai agen penjual maka apabila ada permasalahan antara nasabah dengan perusahaan asuransi menyebabkan pihak bank tidak bisa dituntut apa-apa. Terlebih lagi ketika pihak bank hanya sebagai penyedia tempat sewaan.  Nah, hal seperti ini rupanya jarang dipahami oleh pihak nasabah sehingga pihak nasabah menuntut pertanggunjawaban dari pihak bank, lalu ketika ternyata pihak bank tidak bisa dimintai pertanggungjawaban apa-apa lalu nasabah menyalahkan pihak bank. Padahal pihak bank tidak punya salah apa-apa. Pihak bank sebagai agen penjual itu tanggung jawabnya sudah selesai ketika polis sudah diterima oleh nasabah. Urusan selanjutnya adalah urusan nasabah dengan perusahaan asuransi terkait. Namun demikian, biasanya pihak bank ( agen penjual ) akan berusaha membantu nasabah sebisa mungkin sebagai layanan tambahan. Mengapa agen penjual memberikan layanan tambahan ? Karena dia membutuhkan hubungan bisnis jangka panjang. Tapi ini sifatnya layanan tambahan. Tidak bisa dituntut, tidak bisa diharuskan oleh nasabah.. Nasabah tidak bisa menyuruh-nyuruh agen untuk memberikan layanan tambahan. Apakah ada agen penjual yang tidak mau memberikan layanan tambahan ? Sepertinya sih tidah ada. Yang ada justru biasanya mereka berlomba-lomba memberikan layanan tambahan supaya volume bisnisnya meningkat dan berkelanjutan.

Rabu, 22 April 2020

Tidak butuh tapi perlu memiliki asuransi jiwa

Oleh: Supangat Abdurrafi

Kalau anda berkonsultasi kepada konsultan keuangan, atau membaca artikel-artikel tentang asuransi, ataupun menonton video tentang kebutuhan asuransi jiwa, mungkin anda akan mendapati adanya nasihat bahwa bagi yang tidak / belum mempunyai tanggungan maka tidak membutuhkan asuransi jiwa. Mengapa demikian ? Karena kalaupun anda tiba saatnya dipanggil menghadap Yang Mahakuasa alias meninggal, tidak ada pihak manapun yang kebutuhan ekonominya terganggu. Betul ? Yes, 100% benar.

Lalu kapankah seseorang itu membutuhkan asuransi jiwa ? Yaitu jika dua syarat ini melekat padanya:
1. Mempunyai penghasilan
2. Mempunyai tanggungan ( orang yang tergantung secara finansial kepadanya )
Jika kedua syarat itu tidak melekat padanya maka tidak membutuhkan asuransi jiwa.

Nah, pertanyaannya sekarang adalah,

   "Ketika seseorang yang tadinya tidak mempunyai tanggungan lalu tiba saatnya mempunyai tanggungan dan mau membeli asuransi jiwa, apakah ada jaminan bahwa orang tersebut masih bisa diterima oleh perusahaan asuransi jiwa ?"


Di sinilah persoalannya. Kita perlu menyadari bahwa selain risiko meninggal, manusia juga dihadapkan pada risiko sakit dan / atau kecelakaan. Kedua risiko itu tidak ada yang bisa menduga, apakah akan mengenainya atau tidak. Demikian juga dengan waktunya; tidak ada yang bisa menduga kapan akan mengalami sakit.


Mari kita ambil sebuah ilustrasi. Misalkan ada anak muda bernama Sudiro ( bukan sebenarnya ). Usianya 25 tahun, bekerja di salah satu perusahaan mapan, dengan penghasilan yang lumayan. Dia masih single dan tidak ada orang yang tergantung kepadanya secara finansial. Karena konsultan keuangannya mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan asuransi jiwa, maka ia pun tidak membeli asuransi jiwa. Karena penghasilannya lumayan dan tidak punya tanggungan, ia pun menikmati masa mudanya itu dengan hal-hal yang berbau kebebasan. Dia sibuk berkarir dan pesta sana pesta sini. Lalu di usia 35 tahun dia menikah. Lalu  dia menyadari bahwa dia membutuhkan asuransi jiwa. Ia pun menghubungi agen asuransi yang dia kenal. Namun sayangnya, sehari sebelum bertemu dengan agen tersebuit, ia jatuh di kamar mandi. Dan setelah dibawa ke rumah sakit ternyata kesimpulannya dia kena stroke. Dan perusahaan asuransi tidak bisa menerimanya sebagai nasabah.

Para pembaca yang budiman; berdasarkan ilustrasi di atas maka dapat kita tarik kesimpulan "sebaiknya memiliki asuransi jiwa itu dimulai sejak belum membutuhkannya. Karena pada saat membutuhkannya bisa jadi sudah terlambat". Seperti orang sedia payung sebelum hujan. Jangan setelah hujan tiba baru sibuk mencari payung. Milikilah / sediakanlah payung sebelum hujan.

Jumat, 26 Februari 2016

"Hidup untuk makan" ataukah "Makan untuk hidup"

Oleh: Supangat Abdurrafi

Ada orang yang berprinsip "Nikmatilah apa yang anda bisa nikmati, selagi ada". Orang seperti ini sangat konsumtif. Ia sangat senang untuk pergi makan di tempat-tempat yang mahal, selagi punya uangnya. Ia pun sangat senang mengajak anak-anaknya untuk makan di tempat yang mahal, berganti-ganti tempat, meskipun uangnya pas-pasan. Ia berprinsip, setidaknya pernah merasakan makan di tempat begitu, sehingga ketika ada orang bercerita mengenai makanan di tempat begitu ia pun tidak asing, dan merasa bisa mengimbangi. Bukan hanya makanan dan tempat makan, ia pun melalukan begitu untuk tempat-tempat wisata. Itu ia ajarkan pula ke anak-anaknya, supaya anak-anaknya tidak dianggap "kuper" ( kurang pergaulan ). Dengan demikian ia merasa tidak kalah dengan orang-orang kaya yang uangnya berlimpah. Meskipun ada perbedaan yang sangat jelas, karena orang-orang kaya itu uangnya berlimpah, sedangkan ia ( orang model ini ) biasanya saldo tabungannya dekat-dekat dengan saldo minimal.

Hati-hatilah dengan prinsip seperti itu. Karena, ketika anda mulai menggunakan prinsip itu, maka hal itu juga akan mulai tertanam ke alam bawah sadar anda. Anda akan cenderung membelanjakan uang anda ketika ada uang di tangan. Ketika tidak ada uang di tangan, bisa jadi pikiran anda akan melayang, mencari-cari, "Siapa nih yang bisa nraktir jalan-jalan / makan-makan." Anda akan menjadi sangat konsumtif. Dan itu akan menjadi karakter, bisa terbawa sampai tua.

Saya mempunyai cerita yang lain lagi. Ada teman saya, kalau ke kantor biasanya membawa bekal untuk makan siang. Saya sering berdiskusi dengan beliau. Usianya lumayan di atas saya, dan saya juga menganggap beliau sebagai guru saya; guru kehidupan. Pengalaman hidupnya yang banyak, karakternya yang bagus, membuat saya bisa memetik banyak pelajaran dari beliau. Satu catatan sederhana mengenai beliau adalah bahwa beliau suka berhemat. Beliau kalau makan tidak pernah serakah. Beliau pernah bilang kepada saya, mengapa beliau suka berhemat. Katanya, dengan berhemat berarti kita bisa mempunyai sisa. Kalau kita punya sisa, berarti kita bisa membantu orang lain. Dari sisa-sisa penghematan kita, lama-lama akan terkumpul, dan mungkin suatu hari akan ada yang membutuhkan. Paling tidak ya keluarga sendiri, mungkin anak kita, atau mungkin juga cucu kita. Sungguh sangat mengharukan.

Kedua karakter di atas adalah nyata. Kita bisa menjumpai keduanya di lingkungan kita. Kalau anda amati teman-teman anda, atau orang-orang dekat anda, saya yakin anda akan menemukan bahwa keduanya itu ada.

Kalau kita menggunakan perumpamaan, saya mengumpamakan yang model pertama itu seperti "Hidup untuk makan", dan yang model kedua itu "Makan untuk hidup".

Nah, saya tidak tahu, anda termasuk yang mana, atau mirip yang mana. Namun kalau saya yang memberikan penilaian, maka saya katakan bahwa yang kedua adalah yang lebih bagus. Jadi kalau ada yang masih lebih dekat dengan model pertama, ada baiknya segera bergeser ke model yang kedua. Anda tidak akan terhina hanya karena berhemat. Harga diri anda tidak akan jatuh hanya karena menjadi pendengar yang baik saat teman-teman anda bercerita mengenai liburan mereka. Dan, paling tidak, anda sudah termasuk golongan yang peduli dengan orang lain. ***